Ada isu keluarga diberikan uang dari rumah sakit agar jenazah dikuburkan sesuai prosedur Covid-19.
Ketix – Suasana mencekam sempat terjadi di Rumah Sakit Pancaran Kasih Manado, Senin, 1 Juni 2020. Seperti dikutip dari tribunnews.com, keributan dipicu ketika keluarga salah satu pasien dalam perawatan (PDP) menolak kerabatnya dimakamkan sesuai prosedur Covid-19. Pihak keluarga dalam video itu menyebutkan anggota keluarga mereka meninggal bukan karena Covid-19, tetapi pihak medis melakukan prosedur Covid-19 hingga terjadi kesalahpahaman. Pengangkutan paksa jenazah PDP tersebut pun berlangsung ricuh. Berdasarkan video yang beredar, nampak puluhan orang membongkar paksa pintu kamar jenazah, kemudian membawa jenazah PDP tersebut, ke kediamannya di Kelurahan Ternate Baru, Lingkungan I, Kecamatan Singkil, Kota Manado.

Berdasarkan keterangan tertulis Polresta Manado, mengonfirmasikan insiden tersebut. Mereka menjelaskan kejadian bermula dari meninggalnya seorang PDP laki-laki berusia 52 tahun yang berdomisili di Kelurahan Ternate Baru. PDP itu didiagnosa meninggal karena kehilangan kesadaran akibat pneumonia.
“Karena ada gejala penyakit ini, jenazah yang bersangkutan ditetapkan sebagai jenazah PDP, yang akan dikuburkan sesuai protap Covid-19. Namun pada 15.00 WITA, pihak keluarga masih tidak setuju jenazah dikuburkan sesuai dengan protokol Covid-19,” jelas keterangan tertulis tersebut.
Kemudian pada 17.40 WITA, massa mendapat isu bahwa pihak keluarga mendapatkan uang dari pihak RSU Pancaran Kasih. Hal ini membuat massa terprovokasi dan mencari jenazah untuk dibawa ke rumah duka secara paksa. Pada 17.50 WITA, pihak keluarga bersama masyarakat berhasil membawa jenazah menuju rumah duka untuk persiapan pemakaman.
Dari video tersebut, anak almarhum yakni Khairul Lasarika, 28, turut mengonfirmasikan adanya upaya pemberian uang dari pihak rumah sakit kepada keluarga, agar mau dikuburkan sesuai protap. “Kejadiannya saat selesai memandikan jenazah ayah saya, ada seorang dokter yang menggunakan APD lengkap datang dan mengatakan akan memberikan uang. Dia meminta ayah harus dikuburkan sesuai protap dan menggunakan peti. Jelas kita tolak,” tegasnya.

Kesalahan Komunikasi
Dalam video klarifikasi dari pihak rumah sakit, seperti dikutip dari kumparan.com, Direktur RSU Pancaran Kasih dr Franky Kambey mengatakan, terjadi kesalahan komunikasi dengan pihak keluarga yang meninggal. “Jadi ada missed komunikasi, kesalahpahaman. Kalau kami salah kami minta maaf,” ujar Franky.
Menurut Franky, jenazah tersebut diproses secara agama Islam. Pengurus jenazah diberikan insentif uang Rp500 ribu. Ternyata dalam ruangan tersebut ada salah satu anggota keluarga yang ikut menyalatkan menggunakan APD lengkap. Dia juga menerima uang yang disalahartikan sebagai upaya suap.

“Untuk menyalatkan jenazah yang beragama muslim. Kami ambil kebijakan karena yang mengurusnya menanggung risiko. Biasanya kami berikan insentif Rp500 ribu. Kemudian yang terjadi tadi yang memandikan pemuka agama, memandikan, dan menyalatkan. Petugas kami melaporkan ada dua insentif, saya instruksikan berikan saja pada siapa yang ada di situ. Dan kebetulan yang di situ ada keluarga,” tambah Franky. Menanggapi hal ini, juru bicara Satgas Covid-19 Sulawesi Utara dr Steaven Dandel menyebutkan, dalam prosedur tidak ada kebijakan pemberian uang kepada keluarga. Dandel menyebutkan uang itu untuk diserahkan kepada imam yang dipanggil rumah sakit. “Untuk memandikan dan menyalatkan jenazah, bukan untuk keluarga,” kata dia dalam pesan tertulis. Dandel menegaskan, pihaknya akan menyelesaikan secara hukum untuk mengonfrontasi dua pernyataan yang berbeda ini.
Baca juga: Anggap Boneka China, Donald Trump Setop Kerja Sama dengan WHO
