Ingat Mati diasuh oleh Calon Jenazah Motorcyle Club (CJMC)
Panduan Lengkap dari Takbir sampai dengan Salam
Idul Fitri kali ini sangat berbeda dengan sebelumnya. Tinjauan kesehatan, sosial, maupun keagamaan mengharuskan banyak wilayah di tanah air melaksanakan salat Idul Fitri di rumah masing-masing bersama keluarga tercinta. Realitas faktual ini menimbulkan tanda tanya tersendiri di masyarakat perihal keabsahan salat Idul Fitri di rumah, tidak di masjid atau tanah lapang. Atau, ketentuan fikiyah dan tata cara pelaksanannya. Fikih Islam telah menjawab ini semua dan diintrodusir oleh ulama di berbagai negara dalam imbauan ataupun fatwanya.
Tinjauan fikih menetapkan bahwa salat dan kotbah Idul Fitri di rumah hukumnya boleh, sebagaimana tertuang dalam sejumlah referensi fikih klasik. Apalagi jika ada uzur syar’i, termasuk pandemi yang tengah meliputi kita.

Dalam situasi pandemi ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta masyarakat melaksanakan salat Idul Fitri di rumah bersama keluarga tercinta. Argumentasi dan teknis pelaksanaannya pun telah dijelaskan dalam edarannya. Buku Fikih Pandemi II: Salat dan Khotbah Idul Fitri di Masa Wabah yang disusun peneliti yang berkecimpung di Nasaruddin Umar Office (NUO) Jakarta ini hadir sebagai jawaban praktis keraguan masyarakat tersebut.
Salat Idul Fitri tahun ini akan banyak dilaksanakan di rumah bagi daerah yang sedang PSBB ataupun berada di zonasi merah. Hal ini tentunya yang harus banyak diketahui bagaimana niatnya dan ketentuan lainnya. Adapun niat salat Idul Fitri untuk imam atau makmum sebagai berikut :
“Usholli rakataini sunnatan liidil fitri (imaman/ mamumam) lillahi taala.”
“Aku berniat salat sunnah Idul Fitri dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena Allah taala.”
Seperti disebutkan m.merdeka.com, sebelum salat disunnahkan untuk memperbanyak bacaan takbir, tahmid, dan tasbih. Salat dimulai dengan menyerukan “ash-shalâta jâmi’ah“, tanpa azan dan iqamah, memulainya dengan niat salat Idul Fitri lalu membaca takbiratul ihram sambil mengangkat kedua tangan.
1. Membaca takbir sebanyak 7 kali (di luar takbiratul ihram) dan di antara tiap takbir itu dianjurkan membaca, “subhanallah walhamdulillah wala ilaaha illahu allahu akbar” dan diteruskan membaca surat yang pendek dari Al-Quran.
2. Ruku, sujud, duduk di antara dua sujud, dan seterusnya hingga berdiri lagi seperti salat biasa.
4. Pada rakaat kedua sebelum membaca Al-Fatihah, disunnahkan takbir sebanyak 5 kali sambil mengangkat tangan, di luar takbir saat berdiri (takbir qiyam), dan di antara tiap takbir disunnahkan membaca, “subhanallah walhamdulillah wala ilaaha illahu allahu akbar” yang diteruskan membaca surat yang pendek dari Al-Quran.
5. Ruku, sujud, dan seterusnya hingga salam.
6. Setelah salam, disunnahkan mendengarkan khotbah Idul Fitri.
Dilanjutkan dengan Khutbah Idul Fitri.

Peluncuran Buku Fikih Pandemi bersama NUO Office
Dengan persoalan di atas, NUO Office menghadirkan sebuah buku saku dengan judul Fikih Pandemi “Salat dan Khotbah Idul Fitri di Masa Wabah” untuk memberikan pencerahan kepada umat Islam tentang berfikih di masa pandemik dengan penjelasan singkat tetapi sarat makna. Karena karakter “saku”-nya, buku ini hanya akan menawarkan produk pemikiran fikih sebagai guidelines bagi umat Islam menjalankan berbagai ibadah wajib dan sunnah di masa wabah sebagai “new normal”, keadaan normal baru yang bersifat sementara.
Seperti juga disampaikan buku kecil (versi buku saku) yang mendadak viral di tengah masyarakat di awal Ramadan tahun 2020 ini. Sebuah buku sederhana yang disusun oleh tim Nasaruddin Umar Office (NUO) dengan judul Fikih Pandemi: Beribadah di Masa Wabah. Melalui jejaring media sosial, buku ini tersebar luas di tengah masyarakat seantero tanah air. Beberapa alasan yang dapat dikemukakan terkait viralnya buku kecil ini adalah resepsi masyarakat terbilang positif, karena terbit pada momentum yang tepat.

Di antara pokok persoalan yang dibahas adalah argumen penutupan masjid di masa wabah ini, alasan logis tidak bolehnya mudik, salat memakai masker, kremasi jenazah Covid-19, dan sejumlah persoalan penting lainnya yang dalam keseharian dihadapi masyarakat.
Hudori, Vice President CJMC
Baca juga: 7 Arti New Normal Menurut Pemerintah dan Para Pakar
