Ingat Mati diasuh oleh Calon Jenazah Motorcycle Club (CJMC)
Ketika banyak orang di kota-kota besar di suatu negara kembali ke agama dalam waktu yang tidak pasti untuk menemukan kedamaian, beberapa ada yang memilih untuk menjadi ateis. Meskipun mereka didiskriminasi, mereka masih hidup tanpa Tuhan.
Istilah ateisme disebutkan dalam Wikipedia.com berasal dari bahasa Yunani, yang secara peyoratif digunakan untuk merujuk pada siapapun yang kepercayaannya bertentangan dengan agama/kepercayaan yang sudah mapan di lingkungannya. Dengan menyebarnya pemikiran bebas, skeptisisme ilmiah, dan kritik terhadap agama, istilah ateis mulai dispesifikasi untuk merujuk kepada mereka yang tidak percaya kepada tuhan.
Berkaitan dengan ateis ada sebuah kisah inspiratif dari Agama Islam, sebagai kepercayaan mayoritas dari penduduk Indonesia. Kisah ini adalah perbincangan antara seorang muslim dan seorang ateis, seperti yang dimuat oleh fanspage ‘Alquran & al-hadist’ pada 7 Agustus 2015 juga ditayangkan pada berita babe dalam bentuk video.
Disadur dari Sripoku.com, kisah ini bermula ketika ada seorang ateis yg memasuki sebuah masjid, dia mengajukan 3 pertanyaan yang hanya boleh dijawab dengan akal. Artinya tidak boleh dijawab dengan dalil, karena dalil itu hanya dipercaya oleh pengikutnya. Menurut dia, jika menggunakan dalil (naqli) maka justru diskusi itu tidak akan menghasilkan apa-apa
Pertanyaan ateis itu adalah:
1. Siapa yg menciptakan Allah? Bukankah semua yg ada di dunia ada karena ada penciptanya? Bagaimana mungkin Allah ada jika tidak ada penciptanya?
2. Bagaimana caranya manusia bisa makan dan minum tanpa buang air? Bukankah itu janji Allah di Surga? Jangan pakai dalil, tapi pakai akal.
3. Kalau iblis itu terbuat dari api, lalu bagaimana bisa Allah menyiksanya di dalam neraka? Bukankah neraka juga dari api?

Tidak ada satupun jamaah yg bisa menjawab, kecuali seorang pemuda. Pemuda itu menjawab satu per satu pertanyaan sang ateis :
1. Apakah engkau tahu, dari angka berapakah angka 1 itu berasal?? Sebagaimana angka 2 adalah 1+1 atau 4 adalah 2+2?? Ateis itu diam membisu.
“Jika kamu tahu bahwa 1 itu adalah bilangan tunggal. Dia bisa mencipta angka lain, tapi dia tidak tercipta dari angka apapun, lalu apa kesulitanmu memahami bahwa Allah itu Zat Maha Tunggal yang maha-mencipta tapi tidak bisa diciptakan?”
2. Saya ingin bertanya kepadamu, apakah kita ketika dalam perut ibu kita semua makan? Apakah kita juga minum? Kalau memang kita makan dan minum, lalu bagaimana kita buang air ketika dalam perut ibu kita dulu?
Jika anda dulu percaya bahwa kita dulu makan dan minum di perut ibu kita dan kita tidak buang air didalamnya, lalu apa kesulitanmu mempercayai bahwa di surga kita akan makan dan minum juga tanpa buang air?
3. Pemuda itu menampar sang ateis dengan keras. Sampai sang ateis marah dan kesakitan. Sambil memegang pipinya, sang ateis-pun marah-marah kepada pemuda itu, tapi pemuda itu menjawab:
“Tanganku ini terlapisi kulit, tanganku ini dari tanah, dan pipi anda juga terbuat dari kulit dari tanah juga. Lalu jika keduanya dari kulit dan tanah, bagaimana anda bisa kesakitan ketika saya tampar? Bukankah keduanya juga tercipta dari bahan yg sama, sebagaimana setan dan api neraka? Sang ateis itu ketiga kalinya terdiam.
Sahabat, pemuda tadi memberikan pelajaran kepada kita bahwa tidak semua pertanyaan yang terkesan mencela atau merendahkan agama kita harus kita hadapi dengan kekerasan. Dia menjawab pertanyaan sang ateis dengan cerdas dan bernas, sehingga sang ateis tidak mampu berkata-kata lagi atas pertanyaannya. Itulah pemuda yang Islami, pemuda yang berbudi tinggi, berpengetahuan luas, berfikiran bebas, tapi tidak liberal tetap terbingkai manis dalam indahnya aqidah.
Dari percakapan di atas juga, antara si pemuda dan ateis membuat kita tertegun. Betapa bukan hanya satu orang saja yang berpikiran seperti ateis tadi. Tapi di luar sana juga masih banyak yang demikian. Hal inilah yang perlu kita ambil hikmahnya bersama, bahwa keilmuan dan keislaman yang kita ikuti saat ini bukan hanya berdasarkan turunan saja, tapi harus benar-benar kita yakini dengan baik dan benar. Agar iman dan Islam kita semakin kokoh. Sebagaimana dipesankan Rasulullah SAW,
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Nasa’i).

Baca juga: Deddy Corbuzier Curhat Ditagih Pajak hingga Rp3,4 M, Netizen Ikut Meradang