Tulisan Hariqo Wibawa mengungkapkan ada 5 hal terkait HRS
Ketix– Hariqo Wibawa Satria, CEO Global Influencer School (GIS) menjelaskan bahwa Facebook lahir dari idealisme anak muda, Mark Zuckerberg mengatakan by giving people the power to share, we’re making the world more transparent.
Inilah mengapa di negara yang otoriter media sosial dibatasi, bahkan dilarang.
Lebih dari sekadar mencari keuntungan materi, Facebook dibuat sebagai fasilitas menyampaikan pendapat bagi setiap mahasiswa, dosen, buruh, petani, dan masyarakat kecil.
”Saya heran FB menghapus tulisan saya, dan saya menduga tulisan itu dihapus karena dilaporkan oleh akun lain yang tidak setuju dengan tulisan saya. Padahal bisa jadi yang dihapus bukan sekadar postingan saya, tapi itu juga bisa menghapus cita-cita dari pendirian Facebook,” ujar Hariqo yang juga Direktur KomuniKonten kepada Ketix.id (12/12).
Tulisan saya terkait HRS dihapus oleh FB, berikut lima hal yang perlu saya sampaikan
Jadi ceritanya begini..
Bapak, Ibu dan teman2 yang saya hormati. Hari Kamis 10 Desember 2020 sekitar pukul 13.40 WIB, saya memposting tulisan karya saya di FB pribadi atas nama Hariqo Wibawa Satria.
Terakhir saya lihat, tulisan tersebut dibagikan (share) oleh 2367 akun FB. Tulisan itu juga diposting ulang oleh banyak akun FB. Pada Jumat 11 Desember 2020 pukul 13.26 WIB, ada notifikasi dari FB, isinya akun FB saya dibatasi karena ada masalah dengan foto, lalu tulisan itu hilang.
Saya jawab bahwa saya yakin foto itu tidak bermasalah. Kemudian sekitar pukul 15.14 WIB, ada notifikasi kembali, isinya: postingan saya tidak memenuhi standar komunitas. Terkait hal tersebut, mohon izin saya ingin menyampaikan lima hal.
PERTAMA, tulisan saya tentang HRS memuat pesan untuk tidak menjadikan TNI, POLRI dan FPI sebagai musuh, namun musuh dan tantangan kita adalah kesenjangan sosial, ketidakadilan. Hal ini merujuk pada Laporan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang menyatakan satu persen orang kaya di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional (Tempo, 10 Oktober 2019). Ini banyak diberitakan media, perlu kita diskusikan mendalam solusinya.
Kemudian musuh kita yang lain adalah korupsi, kolusi, nepotisme, radikalisme, separatisme, kebakaran hutan, perusakan alam, dan potensi adanya pengusaha jahat yang mengontrol kepala daerah setelah pikada serentak, dll.
Tulisan itu juga menyampaikan beberapa fakta kepatuhan HRS sebagai warga negara biasa. Kerumunan di banyak tempat di Indonesia. Ada juga doa saya untuk enam warga sipil yang meninggal, serta penjelasan bahwa Agama Islam tidak pernah mengenal dendam, apalagi balas dendam, Islam adalah yang senantiasa rahmatan lil alamiin. Kemudian ajakan fokus pada penanganan COVID-19 serta pemulihan ekonomi.
Saya juga membaca hampir seluruh komentar teman-teman di bawah postingan tersebut, Alhamdulillah, tidak ada ajakan pada hal yang negatif, mengganggu keamanan, semua ingin damai.
KEDUA, foto yang dipersoalkan, dalam postingan tersebut adalah foto kegiatan lembaga kami Komunikonten di hari bebas kendaraan pada 29 Januari 2017.
Jadi pagi itu kita bikin spanduk besar, tulisannya: Deklarasi Hidup tanpa Hoax dan Fitnah; Kolaborasi Pengguna Media Sosial untuk Kepentingan Nasional. Lalu ada tulisan di bawah spanduk itu: Pelajar yang banyak memproduksi konten yang benar dan bermanfaat, lalu menguploadnya di internet harus diberikan penghargaan, merekalah diplomat digital masa depan Indonesia. Kemudian warga menandatanganinya. Foto itu dengan mudah bisa didapatkan di internet, karena diberitakan media online. Saya masih belum tahu mengapa foto tersebut dikategorikan bermasalah, sehingga tulisan saya dihapus.
KETIGA, FB ini saya pelajari sejak lama, jadi FB adalah produk yang lahir dari idealisme pendirinya yaitu: Mark Zuckerberg, Eduardo Saverin, Andrew McCollum, Dustin Moskovitz dan Chris Hughes. Seperti media lainnya di Indonesia, tujuan pendirian FB bukan mencari keuntungan materi berupa uang, namun memberikan setiap mahasiswa, dosen, buruh, petani, masyarakat kecil kekuatan dengan fasilitas menyampaikan pendapat.
Hal ini tergambar jelas dalam pernyataan saudara kita Mark Zuckerberg: When you give everyone a voice and give people power, the system usually ends up in a really good place. So, what we view our role as, is giving people that power. Mark Zuckerberg juga mengatakan: By giving people the power to share, we’re making the world more transparent. (Dengan memberi orang kekuatan untuk berbagi, kami membuat dunia lebih transparan). Inilah mengapa di negara yang otoriter media sosial di batasi, bahkan dilarang.
Indonesia adalah negara dengan sistem demokrasi, media sosial tumbuh pesat di sini. Oleh karena itu, saya heran FB menghapus tulisan saya, dan saya menduga tulisan itu dihapus karena dilaporkan oleh akun lain yang tidak setuju dengan tulisan saya. Padahal bisa jadi yang dihapus bukan sekadar postingan saya, tapi itu juga bisa menghapus cita-cita dari pendirian FB tersebut.
KEEMPAT, ada yang mengatakan bahwa akun yang memposting tentang HRS, FPI atau mengkritik pemerintah bisa dikurangi jangkauannya, atau dihapus postingannya, atau ditutup akunnya oleh FB dan IG. Kecurigaan ini perlu dijelaskan oleh Mark Zuckerberg atau petinggi FB di Indonesia atau Asia. Benar kah?, apakah ada intervensi?, atau tidak benar. Saya yakin idealisme teman-teman di FB sama dengan Mark Zuckerberg, saya juga mengapresiasi adanya peluang bagi yang dihapus postingannya untuk banding.
Untuk itu saya mengusulkan diskusi online, yang dihadiri Pemerintah, Mark Zuckerberg atau petinggi FB lain, organisasi wartawan, organisasi media, pegiat medsos, para pakar, perwakilan ormas, perwakilan buruh, petani, nelayan, mahasiswa, pelajar, dll. Sehingga yang samar-samar menjadi terang.
KELIMA, mohon izin menyampaikan, saya tidak pernah membuat dan menyebar hoaks, fitnah, ujaran kebencian di media sosial atau di berbagai platform online lainnya. Motto saya dalam bermedia sosial; gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan konten. Saya tidak mau wafat dengan meninggalkan “dosa jariyah” atau dosa yang terus mengalir meskipun saya sudah dimakamkan.
Sejak 2010, saya selalu menyampaikan pentingnya membuat konten untuk kepentingan nasional, perdamaian dunia, pariwisata, UMKM, pencegahan korupsi dll. Itu semua saya sampaikan dalam aksi lapangan, dan berkali-kali di jalan raya saat hari bebas kendaraan (car free day), seminar, webinar, wawancara televisi, koran, radio, media online, dll. Rekam proses kami tersebut bisa dicek di mesin pencari di internet.
Saya juga selalu mengajak pengguna medsos untuk waspada terhadap akun-akun palsu yang mengadu domba antar agama, suku di Indonesia. 308 halaman buku yang saya tulis juga memuat pentingnya setiap ormas membentuk tim media sosial, salah satu fungsinya untuk memberikan pendidikan literasi media bagi anggota organisasi.
Bangsa ini sedang mengidap “virus curigation”. Curiga bahwa golongan tertentu nasionalismenya tidak sehebat golongan kita. Curiga golongan lain ber-agamanya tidak sebagus golongan kita. Negara yang warganya sudah saling curiga mudah sekali diadu domba, dikuasai.
Dalam situasi begini, belum tentu memproduksi konten yang seakan menguntungkan golongan kita, juga menguntungkan kepentingan nasional NKRI. Maslahah ‘ammah harus dikedepankan ketimbang kepentingan pribadi (maslahah khassah/maslafah fardiyyah).
Dengan banyak keterbasan pada diri ini, maka seperti teman-teman lainnya, saya hanya ingin bergotong royong menjaga Indonesia tetap menjadi rumah yang asyik, ramah, nyaman bagi siapa pun dan sampai kapan pun. Caranya dengan menyampaikan pendapat dengan menulis.
Demikian jawaban tentang hilangnya tulisan saya. Mohon maaf atas segala kekurangan, terima kasih untuk banyak saran dan masukan dari teman-teman. Wassalamualaikum Wr. Wb. Salam 3M.
Jakarta, 12 Desember 2020.
Noted: tulisan ini saya posting juga di FB, namun kembali dihapus.
Baca Juga: Ghoib! Meski Obyektif, Tulisan CEO GIS Lenyap, Facebook Bersih-bersih Konten